Sumber : Industry
Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memacu
pengembangan industri keramik nasional agar bisa lebih berdaya saing
global.
Salah satu langkah strategis yang telah dilakukan adalah dengan
membangun Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) bidang keramik yang siap
meningkatkan kompetensi sumber daya manusia (SDM) industri keramik.
"Saat ini, industri keramik Indonesia tercatat menduduki
peringkat ke-8 dunia, dengan kapasitas produksi terpasang sebesar 538 juta m2
per tahun, serta mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 200 ribu orang,"
kata Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin,
Doddy Rahadi di Jakarta, Senin (7/2).
Selaras dengan program pemerintah dalam meningkatkan kompetensi
SDM industri, Balai Besar Keramik (BBK) selaku salah satu unit kerja di bawah
binaan BSKJI, telah membangun LSP untuk memberikan layanan jasa sertifikasi
kompetensi kepada SDM industri keramik nasional.
"LSP keramik memiliki tujuan untuk memberikan jaminan bahwa
SDM yang disertifikasi memenuhi persyaratan skema sertifikasi sesuai bidangnya,
yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi kerja berdasarkan Standard
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dalam bidang keramik," papar
Doddy.
SKKNI terkait industri keramik tertuang dalam Keputusan Menteri
Ketenagakerjaan Nomor 190 Tahun 2016 tentang Penerapan SKKNI Kategori Industri
Pengolahan Golongan Pokok Industri Bahan Galian Non Logam Bidang Industri
Keramik Tableware dan Saniter.
"SKKNI tersebut perlu dimanfaatkan secara maksimal seiring dengan
tersedianya LSP bidang keramik," tegas Doddy.
Menurutnya, kualitas SDM dengan kompetensi kerja yang terstandar,
akan mendorong peningkatan daya saing industri keramik nasional.
"Dengan saya saing yang tinggi, sektor industri keramik akan
dapat berkontribusi besar dalam peningkatan kualitas produk keramik nasional
sehingga turut berperan dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional,"
imbuhnya.
Ke depan, dengan dukungan asesor kompetensi, skema sertifikasi dan tempat uji
kompetensi yang memadai, LSP keramik BBK akan memberikan layanan jasa
sertifikasi profesi bidang keramik dengan unit kompetensi pengujian mutu produk
keramik tableware dan sainter.
"Skema kompetensi akan terus dikembangkan sejalan dengan
perkembangan SKKNI," ujar Kepala BSKJI.
Lebih lanjut, pendirian LSP di BBK merupakan salah satu
pengembangan peran, selain memberikan layanan sertifikasi produk, sistem
manajemen mutu, serta industri hijau dan halal.
“Melalui layanan sertifikasi profesi tersebut, BBK ikut berperan
aktif dalam mencetak SDM industri keramik Indonesia yang kompeten, berdaya
saing dan siap mengadapi persaingan bebas terhadap pasar tenaga kerja,"
pungkasnya.
Sumber : Pasar Dana (4/8/2021)
Pasardana.id - Pemerintah melalui
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berupaya untuk meningkatkan daya saing
industri keramik dan refraktori melalui penyediaan sumber daya manusia (SDM)
yang kompeten.
Salah
satunya, yakni dengan meluncurkan Program Setara Diploma I (D1) Keramik dan
Refraktori, yang akan dilaksanakan di Politeknik STMI Jakarta.
"Melalui
program ini, kami berharap bisa memasok kebutuhan industri keramik dan
refraktori terhadap SDM yang terampil. Tentunya sesuai dengan perkembangan
teknologi saat ini," ucap Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Industri
(BPSDMI) Kemenperin, Arus Gunawan dalam siaran pers, Selasa, 3 Agustus 2021.
Ditambahkan,
kedua program tersebut diselenggarakan selama satu tahun oleh Politeknik STMI
Jakarta yang berkolaborasi dengan Balai Besar Keramik (BBK).
"Masing-masing
program hanya membuka satu kelas untuk 30 mahasiswa pada setiap kelasnya, dan
akan dikembangkan menjadi dua kelas untuk masing-masing program pada
2022," imbuhnya.
Tidak
hanya itu, Politeknik STMI Jakarta juga melibatkan banyak perusahaan industri
dalam penyelenggaraan kedua Program Setara D1 ini sehingga mahasiswa yang lulus
nantinya dapat langsung diserap bekerja di perusahaan-perusahaan industri
tersebut.
"Beberapa
perusahaan yang terlibat dalam kerja sama kedua program ini, antara lain PT
Refratech Mandala Perkasa, PT Benteng Api Technik, PT Refractorindo Graha
Dinamika, serta 21 perusahaan keramik yang terhimpun dalam ASAKI (Asosiasi
Aneka Industri Keramik Indonesia)," bebernya.
Dalam
kesempatan yang sama, Kepala Pusat Pengembangan Pendidikan Vokasi Industri,
Iken Retnowulan menjelaskan, bahwa tujuan kegiatan penyelenggaraan pendidikan
Setara D1 Kerja sama Industri ini adalah untuk membekali calon tenaga kerja
dengan keahlian terapan atau keterampilan teknis.
"Lulusan
program pendidikan Setara D1 ini nantinya langsung ditempatkan bekerja dalam
rangka meningkatkan daya saing industri," harap Iken.
Sementara
itu, Dirjen IKFT, Muhammad Khayam mengungkapkan, industri refraktori dinilai
sebagai salah satu sektor strategis karena produksinya untuk menopang kebutuhan
berbagai manufaktur lainnya.
Hasil
dari industri refraktori ini umumnya digunakan sebagai pelapis untuk tungku,
kiln, insinerator, dan reaktor tahan api pada industri semen, keramik, kaca dan
pengecoran logam.
Khayam
optimistis apabila industri refraktori ini tumbuh berkembang dan memiliki
performa gemilang, akan mendukung kinerja sektor industri pengolahan nonmigas,
khususnya kelompok industri bahan galian nonlogam.
"Pada
kuartal I-2021, kontribusi industri bahan galian nonlogam terhadap industri
pengolahan sebesar 2,57 persen dan perkembangan nilai investasi industri bahan
galian nonlogam mencapai Rp5,46 triliun," tutur Khayam.
Lebih
lanjut ia mengemukakan, industri keramik Indonesia saat ini menduduki peringkat
kedelapan dunia dengan kapasitas produksi terpasang sebesar 538 juta meter
persegi per tahun dan telah menyerap tenaga kerja sebanyak 150 ribu orang.
Meningkatnya
pembangunan di sektor infrastruktur dan properti, seperti real estate,
perumahan, apartemen, dan bangunan lainnya, membuat permintaan pasar dalam
negeri semakin bertambah.
"Dalam
jangka panjang, industri keramik nasional akan sangat prospektif, mengingat
konsumsi keramik nasional per kapita masih sekitar 1,4 meter persegi yang perlu
dioptimalkan lagi karena konsumsi ideal dunia telah mencapai lebih dari tiga
meter persegi," pungkas Khayam.
Sumber : Investor.id
JAKARTA - Kementerian Perindustrian RI, Federasi Teknologi Informatika Indonesia (FTII), Indonesia Internet Governance Forum (IGF) dan Nagayana Indonesia Gelar Soft Launching Indonesia 4.0 Conference & Expo 2022
Kolaborasi dan sinergi antar seluruh pihak merupakan kunci dalam implementasi industri 4.0. Transformasi industri 4.0 akan menjawab permasalahan yang dihadapi pelaku industri dan mempercepat pemulihan industri nasional saat ini.
Kementerian Perindustrian melalui Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) bekerjasama dengan Federasi Teknologi Informatika Indonesia (FTII), Indonesia Internet Governance Forum (IGF) dan Naganaya Indonesia sebagai Event Organizer telah menyelenggarakan kegiatan Soft Launching Indonesia 4.0 Conference & Expo 2022 dengan tema “Accelerate the Implementation of Industry 4.0 to Support Inclusive and Sustainable Industries for National Recovery”.
Dalam sambutannya, Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri, Doddy Rahadi menyampaikan, perlunya wadah berkumpul stakeholder terkait dalam pelaksanaan implementrasi Industri 4.0 di Indonesia.
Terutama untuk membangun sinergi dan kolaborasi antar pihak meliputi: pemerintah, pelaku industri/asosiasi, akademisi dan lembaga R&D, technology provider, konsultan, dan pelaku keuangan guna mempercepat proses transformasi Industri 4.0 serta membangun jejaring dan kolaborasi. Acara yang berlangsung di Hotel JS luwansa Jakarta, 8 Maret 2022 ini juga dihadiri oleh kurang lebih 50 peserta secara offline dan hampir 300 peserta secara online.
Melalui acara Soft Launching Indonesia 4.0 Conference & Expo 2022, Kementerian Perindustrian dan seluruh stakeholder terkait berupaya untuk meningkatkan sinergi antara pemerintah, pelaku industri/asosiasi, akademisi, lembaga R & D, technology provider, konsultan, dan pelaku keuangan untuk dapat mendukung transformasi teknologi sesuai dengan apa yang telah di rencanakan dalam program nasional Making Indonesia 4.0.
“Langkah – langkah yang dilakukan Kementerian Perindustrian dalam pelaksaaan Making Indonesia 4.0 antara lain asesmen INDI 4.0, pemberian INDI award, pendampingan Industri 4.0, penunjukkan lighthouse industry 4.0, pengembangan SDM Industri 4.0, pendirian PIDI 4.0 dan capability center, serta pelatihan e-commerce kepada IKM,” tambah Heru Kustanto, Kepala Pusat Optimalisasi Pemanfaatan Teknologi Industri dan Kebijakan Jasa Industri.
Dalam rangka mengumpulkan seluruh pemangku kepentingan pada akselerasi industri 4.0 dan membahas mengenai perkembangan industri 4.0 di Kementerian/Lembaga/BUMN, industri/asosiasi, technology provider, Lembaga R&D, konsultan dan akademisi, Kementerian Perindustrian melalui Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) berkolaborasi dengan Naganaya Indonesia akan menyelenggarakan kegiatan event Indonesia 4.0 Conference & Expo 2022 di Jakarta pada tanggal 24 – 25 Agustus 2022.
“Kegiatan Indonesia 4.0 Conference and Expo 2022 akan menjadi sebuah lapangan untuk seluruh pemain industri 4.0 baik itu Pemerintah, Pelaku Industri, Asosiasi/Komunitas, Akademisi dan pihak lainnya untuk berdiskusi dan mengetahui teknologi terkini industri 4.0”, Aditya Adiguna, Direktur Utama, PT. Naganaya Indonesia Internasional.
Kegiatan Indonesia 4.0 Conference & Expo tidak hanya akan mengundang pembicara nasional saja, tetapi juga turut menghadirkan pembicara global yang akan memberikan informasi, ilmu, maupun pandangan terkait isu terkini industri 4.0. Disamping itu, kegiatan ini juga mentargetkan kurang lebih 100 peserta pameran dari perusahaan teknologi nasional maupun global, BUMN, startup, kampus, asosiasi dan lembaga pemerintah yang akan memamerkan teknologi terkini dan informasi terkait industri 4.0.
Adapun rangkaian acara pendukung lainnya yaitu : Smart Factory Forum yang merupakan event road show sebelum event utama yang diadakan di 2 tempat yaitu Batam dan Karawang untuk mengundang para pemangku kepentingan industri yang terdapat pada di sekitar kota tersebut dalam hal teknologi industri 4.0. Podcast 4.0 yang berkonsep pembicaraan ringan mengenai teknologi 4.0 dan yang terakhir Indonesia Internet Governance Forum yang bersamaan diadakan dalam event utama dengan konsep Focus Group Discussion dari FTII dan ID-IGF.
Sumber : KPAII
Direktorat
Akses Sumber Daya Industri dan Promosi Internasional bersama Korea-Indonesia
Industry and Technology Cooperation Center (KITC) menyelenggarakan FGD
Penjajakan Kerja Sama Sumber Daya Industri (SDI) Pengembangan Logam Tanah
Jarang: Khususnya Nikel dan Silikon di Hotel Padma Bandung pada tanggal 10-11
Maret 2022. Acara dibuka oleh Direktur ASDIPI, Ibu Iken Retnowulan, dan dihadiri
oleh berbagai stakeholder industry terkait pengembangan logam
tanah jarang, pengolahan silicon dan pengolahan nikel.
Direktur
ASDIPI menyampaikan pada pelaksanaan FGD tersebut, Kemenperin dan KITC berupaya
menghimpun informasi serta masukan dari para pemangku kepentingan terkait dalam
rangka membahas rencana Kementerian Perdagangan, Industri dan Energi (MOTIE)
Korea dengan lembaga afiliasinya Korea Evaluation Institute of
Industrial Technology (KEIT) untuk melakukan “Preliminary
Feasibility” terhadap pengembangan pengolahan mineral Silikon dan Nikel
untuk pemanfaatan industri dan global value chain antara kedua
negara.
Pada
kegiatan ini, stakeholder yang turut menyampaikan paparan
terdiri dari:
Peluang
kerja sama pada pemanfaatan logam tanah jarang, nikel dan silika hingga saat
ini masih terbuka lebar baik itu melalui kerja sama pengembangan bersama maupun
kerja sama lainnya. Melalui FGD ini diharapkan terjadi sharing
knowledge dan tukar pikiran antara para stakeholder industri
maupun peneliti di antara kedua negara dalam bidang teknologi terbaru dalam pengolahan
LTJ, nikel dan silika serta peningkatan kemampuan sumber daya industri agar
terwujudnya efektivitas dan efisiensi dalam peningkatan daya saing industri
nasional. Selain itu, diharapkan juga para stakeholder industri
terkait dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk dapat menjalin networking dengan
rekan-rekan dari Korea Selatan.
Sebagai
tindak lanjut, setelah pelaksanaan FGD ini pihak Korea Selatan akan mendalami
lagi potensi kerja sama feasibility study dengan stakeholder terkait
mengenai pengembangan teknologi pengolahan pengolahan LTJ, nikel maupun silikon
dalam pemanfaatannya pada pengembangan baterai listrik dan electric
vehicle.
Sumber : REPUBLIKA.CO.ID
BANDUNG -- Doddy Rahadi selaku Kepala
Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) memberikan apresiasi
dan menyambut baik penyelenggaraan acara talkshow yang membahas dan
mendiskusikan mengenai bagaimana memilih produk kaca sesuai untuk peruntukannya
baik itu dari sisi keamanan, estetika, maupun yang mendukung terhadap efisiensi
penggunaan energi.
Pemerintah terus berusaha bagaimana
menciptakan lingkungan kondusif bagi pelaku usaha di negeri ini, sehingga dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi. Bahkan dengan kondisi pandemi diikuti dengan
resesi ekonomi yang melanda beberapa negara di tahun 2022 ini, sektor industri
manufaktur Indonesia tetap memberikan kontribusi yang besar yaitu dengan
meningkatnya PMI manufaktur Indonesia yaitu menjadi 51,3 pada bulan Juli 2022
dibanding negara lain.
Hal ini didukung oleh peningkatan
permintaan dalam negeri, antara lain konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah,
dan belanja antar sektor. Di antara ketiganya, laju peningkatan belanja
pemerintah yang didorong oleh Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam
Negeri (P3DN) menunjukkan peningkatan terbesar.
"Program P3DN
memberikan multiplier effect serta berpengaruh positif terhadap
peningkatan PMI manufaktur," kata Heru yang mewakili Doddy Rahadi, dalam
rilisnya, Kamis (11/8/2022).
Melalui Program
P3DN, kementerian/lembaga, BUMN, BUMD, juga swasta didorong untuk
berkomitmen menggunakan produk dalam negeri dalam belanja barang dan
modalnya. Dengan realisasi komitmen tersebut, perusahaan industri
meningkatkan produksinya yang membuat mereka merekrut lebih banyak pekerja.
Diharapkan Program P3DN ini akan
terus mendorong pelaku usaha terutama yang terkait dengan konstruksi di
Indonesia untuk lebih selektif dalam memilih produk dengan mengutamakan produk
dalam negeri.
Industri kaca lembaran nasional
dimulai dengan produksi dan penjualan pada tahun 1976, berkembang hingga saat
ini berkapasitas 1,35 juta ton/tahun, untuk memenuhi permintaan dalam negeri
sebanyak 800 ribu ton/tahun.
Industri pengolahan kaca lembaran
juga berkembang pesat sejalan berkembangnya permintaan pasar, di antaranya kaca
pengaman diperkeras, kaca pengaman berlapis, cermin kaca lembaran dan kaca
isolasi. Hampir seluruh jenis kaca lembaran dan olahannya dapat diproduksi,
jumlah dan jenis, oleh sebanyak dua produsen kaca lembaran dan 20 produsen kaca
lembaran olahan dalam negeri, untuk bangunan, kendaraan bermotor, industri dll.
Bila dilihat data tahun 2019-2021
impor jenis produk kaca lembaran di bawah 50 ton/tahun, hal ini menunjukkan
produksi industri dalam negeri untuk produk kaca lembaran saat ini sudah dapat
memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Sedangkan impor untuk jenis kaca
temper masih cukup tinggi yaitu mencapai 1,1 juta ton pada tahun 2019 dan turun
menjadi 0,75 juta ton pada tahun 2021. Hal in terjadi karena sebagian industri
kendaraan bermotor mengimpor kaca mobil dari perusahaan induk di negara asal.
Impor produk kaca dalam kurun waktu
2019-2021 juga menunjukkan kecenderungan yang menurun, terutama untuk kaca
laminasi, kaca insulasi dan kaca cermin yang tidak di bingkai. Sedangkan produk
kaca cermin yang dibingkai terjadi kenaikan impor dari tahun 2019-2021.
"Untuk itu, diharapkan industri
dalam negeri agar dapat meningkatkan produksinya sehingga substitusi impor
dapat terus ditingkatkan. Peluang substitusi masih besar bagi produk kaca
isolasi dilihat dari sisi teknologi yang dimiliki oleh industri dalam negeri
dan juga nilai investasi yang terjangkau," kata dia.
Di samping itu, kebutuhan kaca
isolasi baik untuk produk showcase maupun bahan bangunan terus meningkat
seiring dengan tuntutan konsumen dalam hal desain bangunan, kenyamanan dan
kebutuhan penghematan penggunaan listrik/energi.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian
Perindustrian akan terus mendukung iklim industri baik itu dalam pengembangan
standar, penerapan SNI wajib, Industri Hijau maupun pertimbangan tingkat
komponen dalam negeri.
Saat ini Kementerian Perindustrian
sudah memiliki program sertifikasi TKDN dengan menyiapkan auditor-auditor yang
sesuai dengan kompetensi yang dipersyaratkan yang tersebar di berbagai
provinsi. Dengan penerapan sertifikasi TKDN ini diharapkan dapat meningkatkan daya
saing industri dalam negeri.
Dengan berkembangnya kebutuhan produk
kaca tidak hanya dari segi estika, namun juga kebutuhan akan bertambahnya nilai
fungsi produk kaca seperti kaca hemat energi, kaca pengaman yang digunakan pada
sektor perumahan, perkantoran dan pariwisata, kementerian Perindustrian dapat
mensupport dari sisi pengembangan standar SNI sampai ke layanan sertifikasi.
"Untuk itu agar industri tidak
segan-segan memanfaatkan fasilitas dan jasa yang ada di Balai Besar Keramik
dengan didukung oleh tenaga-tenaga yang kompeten," kata dia menambahkan.
Sumber : Media Indonesia
PEMERINTAH terus berusaha bagaimana menciptakan lingkungan kondusif bagi pelaku usaha di Indonesia, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Bahkan dengan kondisi pandemi diikuti dengan resesi ekonomi yang melanda beberapa negara di tahun ini, sektor industri manufaktur Indonesia tetap memberikan kontribusi yang besar yaitu dengan meningkatnya PMI manufaktur Indonesia menjadi 51,3 pada Juli 2022 dibanding negara lain. Hal itu didukung oleh peningkatan permintaan dalam negeri, antara lain konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah, dan belanja antar sektor.
Di antara ketiganya, laju peningkatan belanja pemerintah yang didorong oleh Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) menunjukkan peningkatan terbesar. Peningkatan pesanan pemerintah atas produk-produk manufaktur, terutama di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT), begitu juga mesin peralatan elektronik. Kepala Pusat Optimalisasi Pemanfaatan Teknologi Industri dan Kebijakan Jasa Industri (Pusat OPTIKJI) Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri Kementerian Perindustrian Heru Kustanto mengatakan, program P3DN memberikan multiplier effect serta berpengaruh positif terhadap peningkatan PMI manufaktur Melalui Program P3DN, kementerian/lembaga, BUMN, BUMD, juga swasta didorong untuk berkomitmen menggunakan produk dalam negeri dalam belanja barang dan modalnya. Dengan realisasi komitmen tersebut, perusahaan industri meningkatkan produksinya yang membuat mereka merekrut lebih banyak pekerja," katanya dalam Talk Show dengan tema “ Pemilihan Kaca untuk Bahan Bangunan”.Heru berharap, Program P3DN akan terus mendorong pelaku usaha terutama yang terkait dengan konstruksi di Indonesia untuk lebih selektif dalam memilih produk dengan mengutamakan produk dalam negeri.Industri kaca lembaran nasional dimulai dengan produksi dan penjualan pada 1976, berkembang hingga saat ini berkapasitas 1,35 juta ton/tahun, untuk memenuhi permintaan dalam negeri sebanyak 800.000 ton/tahun. Industri pengolahan kaca lembaran juga berkembang pesat sejalan berkembangnya permintaan pasar, diantaranya kaca pengaman diperkeras, kaca pengaman berlapis, cermin kaca lembaran dan kaca isolasi. "Hampir seluruh jenis kaca lembaran dan olahannya dapat diproduksi, jumlah dan jenis, oleh sebanyak 2 produsen kaca lembaran dan 20 produsen kaca lembaran olahan dalam negeri, untuk bangunan, kendaraan bermotor, industri dll," ujar Heru.Bila dilihat data 2019-2021, impor jenis produk kaca lembaran dibawah 50 ton/tahun. Hal ini menunjukkan produksi industri dalam negeri untuk produk kaca lembaran saat ini sudah dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sedangkan impor untuk jenis kaca temper masih cukup tinggi yaitu mencapai 1,1 juta ton pada 2019 dan turun menjadi 0,75 juta ton pada tahun 2021. Hal ini terjadi karena sebagain industri kendaraan bermotor mengimpor kaca mobil dari perusahaan induk di negara asal.Impor produk kaca dalam kurun waktu 2019-2021 juga menunjukkan kecenderungan yang menurun, terutama untuk kaca laminasi, kaca insulasi, dan kaca cermin yang tidak di bingkai. Sedangkan produk kaca cermin yang dibingkai terjadi kenaikan impor dari 2019-2021.
Untuk itu diharapkan industri dalam negeri agar dapat meningkatkan produksinya sehingga substitusi impor dapat terus ditingkatkan. Peluang substitusi masih besar bagi produk kaca isolasi dilihat dari sisi teknologi yang dimiliki oleh industri dalam negeri dan juga nilai investasi yang terjangkau. "Di samping itu kebutuhan kaca isolasi baik untuk produk showcase maupun bahan bangunan terus meningkat seiring dengan tuntutan konsumen dalam hal desain bangunan, kenyamanan dan kebutuhan penghematan penggunaan listrik/energi," imbuh Heru.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perindustrian akan terus mendukung iklim industri baik itu dalam pengembangan standar, penerapan SNI wajib, Industri Hijau maupun pertimbangan tingkat komponen dalam negeri.Saat ini Kementerian Perindustrian sudah memiliki program sertifikasi TKDN dengan menyiapkan auditor-auditor yang sesuai dengan kompetensi yang dipersyaratkan yang tersebar di berbagai provinsi. Dengan penerapan sertifikasi TKDN ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri dalam negeri."Dengan berkembangnya kebutuhan produk kaca tidak hanya dari segi estetika, namun juga kebutuhan akan bertambahnya nilai fungsi produk kaca seperti kaca hemat energi, kaca pengaman yang digunakan pada sektor perumahan, perkantoran dan pariwisata, kementerian Perindustrian dapat mensupport dari sisi pengembangan standar SNI sampai ke layanan sertifikasi. Untuk itu agar industri tidak segan segan memanfaatkan fasilitas dan jasa yang ada di Balai Besar Keramik dengan didukung oleh tenaga tenaga yang kompeten," jelas Heru.Kebijakan pengembangan sektor industri pengolahan difokuskan pada penguatan rantai pasok untuk menjamin ketersediaan bahan baku energi yang berkesinambungan dan terjangkau. Hal ini juga untuk memperdalam dan memperkuat struktur manufaktur di Indonesia.Dalam upaya memacu kinerja industri kaca nasional, pemerintah melalui Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Keramik Mineral Nonlogam (BBSPJIKMN) telah berupaya melakukan optimalisasi pemanfaatan teknologi industri melalui pengembangan bahan baku untuk industri kaca yang berasal dari dalam negeri sebagai competitive advantage seperti pasir silika, dolomite, limestone, dan lainnya."Selain itu, Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Keramik Mineral Nonlogam (BBSPJIKMN) mendorong tumbuhnya investasi dari industri bahan baku dan penolong seperti soda ash, cullet, iron oxide dan lainnya," ujar Azhar Fitri Kepala BBSPJIKMN.Industri kaca nasional akan terus tumbuh setiap tahunnya, seiring kenaikan permintaan dari pasar domestik dan ekspor. Sementara itu, pemanfaatan dalam negeri diserap oleh sektor properti sebesar 65 persen, otomotif 15 persen, furnitur 12 persen dan lainnya 8 persen.Adapun pemilihan kaca untuk bangunan/properti memperhatikan beberapa aspek yaitu antara lain : aspek fungsi dan estetika bangunan, mutu dan spesifikasi teknis kaca yang disesuaikan dengan kondisi termal cuaca sekitar lokasi bangunan, serta standar mutu pemasangan kacanya.
JAKARTA, Kepala Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Keramik dan Mineral Nonlogam (BBSPJIKMN) Kemenperin, Azhar Fitri mengatakan, industri kaca nasional akan terus tumbuh setiap tahunnya, seiring kenaikan permintaan dari pasar domestik dan ekspor. Untuk pemanfaatan dalam negeri diserap oleh sektor properti sebesar 65 persen, otomotif 15 persen, furnitur 12 persen, dan lainnya 8 persen. Demi memacu kinerja industri kacana nasional, kata Azhar, pemerintah lewat BBSPJIKMN Kemenperin telah berupaya melakukan optimalisasi pemanfaatan teknologi industri lewat pengembangan bahan baku untuk industri kaca yang berasal dari dalam negeri sebagai competitive advantage seperti pasir silika, dolomite, limestone, dan lainnya. "Selain itu kami mendorong tumbuhnya investasi dari industri bahan baku dan penolong, seperti soda ash, cullet, iron oxide, dan lainnya," kata Azhar dalam keterangannya, Kamis (11/8/2022). Baca juga: Nakes Bakal Lebih Dulu Terima Vaksin Dosis Keempat, Kapan untuk Masyarakat Umum? Sementara itu Kepala OPTIKJI BSKJI Kemenperin Heru Kustanto mengatakan, ada beberapa industri kaca yang mengalami penurunan permintaan untuk impor sepanjang 2019-2021, seperti kaca laminasi, kaca insulasi, dan kaca cermin yang tidak di bingkai. Sedangkan produk kaca cermin yang dibingkai terjadi kenaikan impor dari tahun 2019-2021. "Untuk itu, diharapkan industri dalam negeri agar dapat meningkatkan produksinya, sehingga substitusi impor dapat terus ditingkatkan," ujar Heru. Heru menilai peluang substitusi masih besar bagi produk kaca isolasi dilihat dari sisi teknologi yang dimiliki oleh industri dalam negeri dan juga nilai investasi yang terjangkau. Di samping itu kebutuhan kaca isolasi baik untuk produk showcase maupun bahan bangunan terus meningkat, seiring dengan tuntutan konsumen dalam hal desain bangunan, kenyamanan dan kebutuhan penghematan penggunaan listrik/energi.
Melihat fenomena itu, pemerintah dalam hal ini Kemenperin akan terus mendukung iklim industri kaca dalam pengembangan standar, penerapan SNI wajib, industri hijau maupun pertimbangkan tingkat komponen dalam negeri.
"Saat ini Kemenperin sudah memiliki program sertifikasi TKDN dengan menyiapkan auditor-auditor yang sesuai dengan kompetensi yang dipersyaratkan yang tersebar di berbagai provinsi. Dengan penerapan sertifikasi TKDN ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri dalam negeri," jelas Heru. Dengan berkembangnya kebutuhan produk kaca tidak hanya dari segi estika, Kemenperin dakan mensupport dari sisi pengembangan standar SNI sampai ke layanan sertifikasi. "Untuk itu agar industri tidak segan memanfaatkan fasilitas dan jasa yang ada di Balai Besar Keramik dengan didukung oleh tenaga tenaga yang kompeten," ucap dia.
Lewat program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), kementerian/lembaga, BUMN, BUMD, dan swasta didorong untuk berkomitmen menggunakan produk dalam negeri dalam belanja barang dan modalnya. Dengan realisasi komitmen tersebut, perusahaan industri meningkatkan produksinya yang membuat mereka merekrut lebih banyak pekerja. Diharapkan Program P3DN ini akan terus mendorong pelaku usaha terutama yang terkait dengan konstruksi di Indonesia untuk lebih selektif dalam memilih produk dengan mengutamakan produk dalam negeri. "Itu semua bertujuan untuk menciptakan lingkungan kondusif bagi pelaku usaha di negeri ini, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi," kata dia.
Sumber : Berita
Moneter
JAKARTA-Tahun 2022 menjadi momentum kebangkitan sektor industri pengolahan
nonmigas, termasuk di dalamnya adalah industri keramik.
Hal ini tercermin dari kinerja positif industri keramik sebagai
subsektor dari industri bahan galian nonlogam, yang tumbuh 1,35% dengan
kontribusi 0,47% (y-o-y) pada triwulan I tahun 2022.
Capaian tersebut menempatkan industri bahan galian nonlogam
sebagai peringkat kedua dalam kontribusi perkembangan investasi di sektor
industri kimia, farmasi dan tekstil (IKFT) sebesar 2,69%
“Pada semester I tahun 2022, sektor industri keramik telah
mencatatkan investasi dengan total Rp17,7 triliun. Penambahan investasi ini
diharapkan akan semakin memperkuat aliran rantai pasok industri keramik
nasional yang juga sejalan dengan program subtitusi impor guna mengoptimalkan
sumber daya produksi dalam negeri,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang
Kartasasmita dalam sambutannya secara virtual pada acara Temu Usaha Industri
dan Puncak Memperingati 100 Tahun Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa
Industri Keramik dan Mineral Nonlogam, Kamis (20/10).
Menperin mengemukakan, insentif Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT)
bagi industri sebesar USD6 per MMBTU menjadi salah satu kebijakan yang dapat
meningkatkan efisiensi pada biaya operasional di industri keramik.
“Sehingga capaian utilitas kinerja industri ubin keramik tahun
2021 mencapai 72%, atau tertinggi dalam lima tahun terakhir,” ungkapnya.
Di samping itu, adanya strategi pemulihan ekonomi nasional turut
berdampak positif pada kinerja ekspor industri keramik pada kuartal I tahun
2022.
Ekspor produk keramik nasional tumbuh sebesar 12% dengan total
volume 3,9 juta meter persegi, yang didukung oleh peningkatan penjualan ke
negara Filipina, Malaysia, dan Thailand.
Kinerja gemilang dari capaian ekspor tersebut, juga diikuti dengan
penurunan volume impor sebesar 21% (year on year) dari
18,5 juta meter persegi menjadi 14,4 juta meter persegi, yang berdampak pada
kenaikan utilitas pada kuartal I-2022 berada di level 83
“Prestasi kinerja industri keramik nasional ini tentunya didukung
dengan keberadaan Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Keramik
dan Mineral Nonlogam (BBSPJI Keramik dan Mineral Nonlogam) yang
menyelenggarakan layanan jasa seperti pengujian, sertifikasi, standardisasi,
bimbingan teknis dan jasa teknis lainnya, yang dapat memastikan kualitas produk
keramik secara akurat dan terpercaya,” papar Menperin.
Dari awal pendiriannya pada tahun 1922 pada masa Pemerintahan
Kolonial Belanda, dengan nama “Het Keramische Laboratorium”, BBSPJI Keramik dan
Mineral Nonlogamterus berupaya memberikan kontribusi terbaik bagi industri
keramik nasional.
“Dalam perjalanan pengabdiannya, balai besar ini juga melayani
jasa standardisasi hingga sertifikasi, pendampingan pengembangan usaha industri
meliputi industri kaca (baik untuk bangunan, otomotif, hingga alat kesehatan),
industri refraktori, serta mineral nonlogam lainnya,” imbuhnya.
Momentum 100 tahun ini hendaknya menjadi tonggak bagi BBSPJI
Keramik dan Mineral Nonlogam dalam memberikan pelayanan prima serta bersinergi
memajukan industri keramik dan turunannya, sehingga industri keramik nasional
dapat berjaya di negeri sendiri, berdaya saing di pasar global dan menciptakan
inovasi yang berkelanjutan.
Menunjang daya saing
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Standardisasi dan
Pelayanan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Doddy Rahadi menyampaikan bahwa
pihaknya terus fokus pada upaya menunjang daya saing industri melalui
infrastruktur standardisasi industri serta pemanfaatan sumber daya industri
melalui pemanfaatan teknologi.
“Upayanya adalah dengan meluncurkan serangkaian kebijakan yang
meliputi optimalisasi pemanfaatan teknologi industri berorientasi substitusi
impor, penumbuhan circular economy,
serta peningkatan daya saing melalui penguatan standardisasi industri dan
implementasi industri 4.0,” jelasnya.
Guna mendukung peningkatan daya saing industri, BBSPJI Keramik dan
Mineral Nonlogam hadir sebagai penyedia layanan jasa sertifikasi, pengujian,
kalibrasi, pelatihan, konsultansi dan optimalisasi teknologi industri.
“BBSPJI Keramik dan Mineral Nonlogam serta balai-balai di
lingkungan Kemenperin juga hadir sebagai problem solver, serta senantiasa
melakukan pendampingan bagi pelaku industri nasional,” tandasnya.
Kepala BBSPJI Keramik dan Mineral Nonlogam, Azhar Fitri
menyampaikan, pihaknya selalu siap bertransformasi dan beradaptasi sesuai
dengan perkembangan dan kebutuhan pelaku industri.
“Seiring pertumbuhan industri, membuat kami semakin mengoptimalkan
berbagai pelayanan jasa industri yang inovatif,” ujarnya.
Kegiatan temu usaha industri ini diikuti sebanyak 200 pelaku
industri keramik dan mineral nonlogam secara luring, serta lebih dari 1000
peserta mengikuti secara daring.
Rangkaian kegiatan lainnya adalah pameran industri, webinar dan
penyusunan skema sertifikasi tableware dan sanitary untuk
lembaga sertifikasi personil yang dihadiri oleh 26 industri.
Selain itu, pemberian penghargaan kepada PT. Lucky Indah Keramik
sebagai pelanggan terloyal, PT. Bintangmas Glass Solution sebagai pengguna
layanan jasa sertifikasi (SPPT SNI) terbanyak dan PT. Arwana Citra Mulia Tbk
sebagai pengguna layanan jasa terbanyak.
Kegiatan dilanjutkan dengan penyerahan SPPT-SNI Vial Ampul kepada
PT. Schoot Igar Glass dan peluncuran prangko 100 Tahun Balai Besar
Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Keramik dan Mineral Nonlogam.
Sebagai bentuk sinergi BBSPJI Keramik dan Mineral Nonlogam dengan
sejumlah mitra industri, dilakukan penandatanganan MoU di antaranya dengan PT.
Chandra Asri, Universitas Logistik dan Bisnis Indonesia, Disperindag Propinsi
Sumatera Utara, dan Universitas Jenderal Ahmad Yani.
Sumber: Investor Daily (02/03/2020)
JAKARTA - Pelaku industri manufaktur menunggu kepastian
penurunan harga gas bumi seperti yang dijanjikan pemerintah. Hal ini diyakini
dapat meningkatkan daya saing sekaligus memperbaiki iklim industri manufaktur
nasional.
Sementara itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin)
meyakini penurunan harga gas membuat target pertumbuhan industri 5,3% tahun ini
tercapai. Sesuai rencana, pengumuman penurunan harga gas bakal dilakukan pada
Maret 2020.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang
Penetapan Harga Gas Bumi, pemerintah menjanjikan penurunan tarif gas industri
ke level US$ 6 per million metric british thermal units (mmbtu). Perpres itu
menyebutkan, tujuh sektor yang mendapatkan ketetapan harga gas itu yakni
industri oleokimia, pupuk, petrokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan
karet.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik (Asaki) Edy Suyanto
mengapresiasi rencana pemerintah menurunkan harga gas industri US$ 6 per mmbtu
pada April mendatang. Dia menuturkan, biaya energi atau gas pada industri keramik
berkisar 30-35% dari biaya produksi. Harga gas untuk industri keramik di Jawa
bagian barat mencapai US$ 9,16 per mmbtu, Jawa bagian timur US$ 7,98 per mmbtu,
dan Sumatera US$ 9,3-20 per mmbtu
Saat ini, Asaki memiliki 32 anggota industri keramik ubin
dengan total kapasitas terpasang 537 juta meter persegi (m2). Utilisasi
mencapai 64,5% atau 347 juta meter persegi pada 2019 dan dapat meningkat
menjadi 95% jika harga gas dapat diturunkan tahun ini. “Peningkatan hingga
90-95% akan turut menyerap tenaga kerja sekitar 1012 ribu orang,” ujar dia di
Jakarta, pekan lalu.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleochemicals Indonesia (Apolin)
Rapolo Hutabarat meyakini, penurunan harga gas industri akan mendukung target
pertumbuhan ekonomi sebesar 6% dan terwujudnya aktivitas hilirisasi di
Indonesia. “Selama empat tahun, pelaku industri oleokimia menantikan regulasi
itu bisa terlaksana dan dapat diimplementasikan. Apalagi, industri oleokimia
termasuk tujuh sektor industri yang masuk dalam Perpres,” papar dia.
Berdasarkan data Apolin, kebutuhan gas industri oleokimia
mencapai 11,7-13,9 juta per mmbtu dari 11 perusahaan anggota Apolin. Saat ini,
industri oleokimia harus membayar harga gas industri rata-rata US$ 10-12 per
mmbtu. Variasi harga gas untuk industri oleokimia itu bergantung lokasi dan
jarak.
Dalam struktur biaya, biaya gas berkontribusi 10-12% untuk
produksi fatty acid dan 30-38% dalam menghasilkan fatty alcohol beserta produk
turunan di bawahnya. Apabila Perpres No 40/2016 bisa dijalankan untuk industri
oleokimia, dengan asumsi nilai tukar rupiah Rp 14.300 per dolar AS, disebutkan
akan adapenghematan US$ 47,6-81,8 juta per tahun atau Rp 0,68-1,1 triliun per
tahun.
Sementara itu, Sekjen Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan
Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono menuturkan, penurunan harga gas akan
memberikan empat dampak positif, yaitu biaya produksi turun, harga jual turun,
memperkuat daya saing ekspor, dan daya beli masyarakat meningkat.
Saat ini, dikatakan Fajar, industri petrokimia mesti membeli
gas sebesar US$ 9,17 per mmbtu. Pada tahun ini, kebutuhan gas 24 industri
petrokimia mencapai 74 billion british thermal unit per day (BBTUD). “Yang
harus dipahami, turunnya harga gas dapat menggerakkan industrialisasi sehingga
pertumbuhan ekonomi nasional berpeluang bisa lewati 5%,” jelas dia.
Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Yustinus
Gunawan menjelaskan, pelaku industri menunggu kepastian untuk penurunan harga
gas yang diharapkan bisa segera terlaksana. Sebab, para investor meminta
implementasi Perpres No 40/2016 bisa dijalankan secepatnya agar mendukung daya
saing dan iklim usaha yang kondusif.
Peneliti senior di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan
Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, TM Zakir Machmud
menyatakan, penurunan harga gas industri dalam jangka pendek dinilai dapat
mengurangi penerimaan negara. Namun, dalam jangka panjang, diyakini akan
memberi manfaat lebih besar bagi negara seperti dari tambahan pajak seiring
pertumbuhan sektor industri.
“Harga input yang tidak kompetitif adalah isu utama di
industri manufaktur. Salah satu input itu adalah energi, termasuk gas
industri,” ujar dia.
Menurut Zakir, harga energi yang tidak kompetitif akan
membuat harga hasil produksi industri menjadi tidak dapat bersaing. Upaya
menurunkan harga gas industri dilakukan agar produk yang dihasilkan industri
manufaktur dalam negeri bisa kompetitif termasuk saat harus bersaing dengan
produk impor.
“Permintaan sisi industri seperti ini, kalau mau mendorong
industri, jangan ditarik di depan, tetapi tariklah di belakang. Kalau harga
input murah, industri bergerak. Dari situlah akan didapat tambahan perolehan
pajak,” papar dia.
Target Menperin
Sementara itu, Kemenperin menilai, penurunan harga gas
industri akan menopang daya saing dan produktivitas industri manufaktur
nasional. Apabila harga gas industri dapat ditekan hingga US$ 6 per mmbtu,
target pertumbuhan industri manufaktur sebesar 5,3% pada 2020 tercapai.
Sejumlah besar industri manufaktur dalam negeri membutuhkan
gas, baik sebagai energi maupun bahan baku dengan harga yang kompetitif. Itu
artinya, gas berperan penting terhadap daya saing sejumlah sektor industri.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita
mengatakan, beberapa hal yang menjadi latar belakang pemerintah untuk mendorong
penurunan harga gas industri antara lain biaya produksi, harga jual produk,
serta permintaan pasar. Bagi industri yang menggunakan gas sebagai bahan baku,
seperti industri tekstil hulu, petrokimia hulu, pupuk, keramik dan kaca, harga
gas merupakan bagian dari struktur biaya yang cukup besar.
Menurut Menperin, penurunan harga gas juga memiliki efek
berganda, seperti peningkatan produksi, peningkatan PDB, meningkatnya
keuntungan pada industri-industri yang menggunakan gas sebagai bahan baku, serta
meningkatkan jumlah tenaga kerja. Dia mengatakan semakin kecil harga gas,
semakin besar pula keuntungan yang diterima oleh semua pihak.
Dia menceritakan, untuk sektor industri teksil, gas memakan
biaya produksi sebesar 25% dan saat ini harganya berkisar US$ 9-12 per mmbtu.
Ini menyebabkan daya saing menjadi lemah. Bagi sektor industri hulu, akibat
tingginya harga gas industri, utilisasi produksi cenderung rendah di kisaran
45%, sehingga sebagian besar industri tekstil dan produk tekstil (TPT) hulu menurunkan
kapasitas produksi.
Pada industri petrokimia, dia melanjutkan, harga gas
mempengaruhi 70% struktur biaya. Selain itu, belum adanya pasokan bahan baku
etilena, propilena, polietilena (PE), polipropilena (PP), DME, dan industri
turunannya dari dalam negeri berpengaruh pada lambatnya pertumbuhan hilir
metanol. Dari aspek perdagangan, hal tersebut menyebabkan tingginya impor bahan
baku metanol.
Sumber : Investor (3/8/2021)
JAKARTA,
Investor.id – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan, industri
refraktori merupakan salah satu sektor strategis yang mampu menopang kinerja manufaktur
nasional. Produksi industri ini dapat memenuhi kebutuhan dasar industri
manufaktur lainnya.
“Industri
refraktori sebagai salah satu sektor strategis karena produksinya untuk
menopang kebutuhan berbagai manufaktur lainnya. Hasil dari industri refraktori
ini umumnya digunakan sebagai pelapis untuk tungku, kiln, insinerator, dan
reaktor tahan api pada industri semen, keramik, kaca dan pengecoran
logam,” kata Dirjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT)
Kemenperin Muhammad Khayam dalam keterangan resminya, Selasa (3/8).
Khayam
optimistis, apabila industri refraktori ini tumbuh berkembang dan memiliki
performa gemilang, akan mendukung kinerja sektor industri pengolahan nonmigas,
khususnya kelompok industri bahan galian nonlogam.
“Pada kuartal I-2021,
kontribusi industri bahan galian nonlogam terhadap industri pengolahan sebesar
2,57% dan perkembangan nilai investasi industri bahan galian nonlogam
mencapai Rp 5,46 triliun,” sebut dia.
Untuk
meningkatkan daya saing industri refraktori, lanjut dia, Kemenperin berkomitmen
untuk menyediakan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten. Langkah nyata
yang diwujudkan adalah meluncurkan Program Setara Diploma I (D1) Keramik dan
Refraktori, yang akan dilaksanakan di Politeknik STMI Jakarta.
“Melalui
program ini, kami berharap bisa memasok kebutuhan industri keramik dan
refraktori terhadap SDM yang terampil. Tentunya sesuai dengan perkembangan
teknologi saat ini,” kata Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya
Industri (BPSDMI) Kemenperin Arus Gunawan pada acara penandatanganan MoU
Program D1 Keramik dan D1 Refraktori, Selasa (3/8).
Arus
menjelaskan, kedua program tersebut merupakan hasil kerja sama antara BPSDMI
Kemenperin dengan Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil
(IKFT) Kemenperin yang didukung oleh Asosiasi Refraktori dan Isolasi Indonesia
(Asrindo), Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), Balai Besar
Keramik (BBK), serta Direktorat Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan
Galian Non-Logam.
“Program
ini merupakan wujud konkret dari komitmen Kemenperin dalam mengatasi tantangan
SDM industri saat ini, antara lain besarnya jumlah pengangguran terbuka,
tingkat pendidikan angkatan kerja yang masih rendah, dan peningkatan
produktivitas tenaga kerja,” papar dia.
Arus
menambahkan, kedua program tersebut diselenggarakan selama satu tahun oleh
Politeknik STMI Jakarta yang berkolaborasi dengan Balai Besar Keramik (BBK).
“Masing-masing program hanya membuka satu kelas untuk 30 mahasiswa pada setiap
kelasnya dan akan dikembangkan menjadi dua kelas untuk masing-masing program
pada tahun 2022 mendatang,” imbuh dia.
Tidak
hanya itu, Politeknik STMI Jakarta juga melibatkan banyak perusahaan industri
dalam penyelenggaraan kedua Program Setara D1 ini sehingga mahasiswa yang lulus
nantinya dapat langsung diserap bekerja di perusahaan-perusahaan industri
tersebut.
Beberapa
perusahaan yang terlibat dalam kerja sama kedua program ini, antara lain PT
Refratech Mandala Perkasa, PT Benteng Api Technik, dan PT Refractorindo Graha
Dinamika serta 21 perusahaan keramik yang terhimpun dalam Asaki.
Ketua
Umum Asrindo Basuki menyampaikan, terdapat 30 perusahaan yang sudah
tergabung dalam Asrindo. “Kami mengapresiasi inisiasi Kemenperin
dalam membangun iklim usaha yang kondusif melalui penyediaan SDM kompeten untuk
meningkatkan daya saing industri refraktori,” ujar dia.